Saturday 15 August 2015

Memoriam: Islam di Kampungku

Ini tentang era 1975 – 2000, di mana aku terlahir dan dibesarkan hingga selesai sekolah, di sebuah desa kecil bernama Sumberrejo, tepatnya Kebayan 43A dan 43B Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung, dekat dengan Kota Metro, sekitar 10 km.  Mayoritas warga dua kebayan tahun 1990 yang berpenduduk sekitar 600 KK  adalah bertani  (80%), PNS/TNI (15%), dan wiraswasta (5%).  Pada tahun itu 99,99% warganya memeluk agama islam, sisanya 1 keluarga adalah nonmuslim, seorang pendatang berprofesi sebagai mantri kesehatan.

Di dua kebayan itu ada 1 Masjid dan 4 Mushola. Masjid menjadi pusat ibadah shalat Jumat dan Idul Fitri serta Idul Adha. Masjid juga menjadi pusat bagi anak-anak untuk belajar membaca Al-Qur’an melalui lembaga Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) pada sore hari sekitar pukul 16.00 – 17.30. Masjid juga menjadi pusat kegiatan remaja yang tergabung dalam Remaja Islam Masjid (RISMA). TPA dan RISMA adalah dua lembaga otonom yang dikelola oleh para remaja muslim usia 15 – 25 tahun. 

Mayoritas warga saat itu sangat sedikit yang paham agama islam. Tidak ada organisasi seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Jamaah Tabligh (Jahula), atau lainnya yang memiliki kepengurusan di kampungku itu. Simpatisan Muhammadiyah atau NU memang ada beberapa. Praktik ibadah keagamaan, seperti tata cara shalat Jumat, shalat tarawih, shalat subuh, pengurusan jenazah, dan lain-lain tampak sekali mengikuti siapa yang "mengimami" dengan tidak mempermasalahkan itu dari aliran mana atau tata cara kelompok mana.

____________________________________________
TATA CARA SHALAT JUM'AT (Waktu Itu)

Aku masih ingat, tata cara shalat jumat waktu itu. Sebelum khatib naik mimbar, maka ada salah satu jamaah yang memukul bedug dan kentongan beberapa kali, tidak ada pemutaran suara kaset orang mengaji di speaker, suasana di masjid sebelum khutbah sangat hening. Sebagian besar jamaah tampak mengantuk, sebagian yang lain ada yang tadarrus Al-Qur'an dengan lirih. Jamaah duduk bershaf di atas tikar, bagian depan (2 atau 3 baris) digelari kain putih memanjang untuk tempat sujud. Sungguh suasana yang nikmat. Saat waktu masuk dhuhur, selalu ada orang yang memukul bedug dan kentongan dengan irama tertentu sebagai tanda khotib sudah waktunya naik mimbar. Setelah khotib naik mimbar, ada anggota RISMA yang adzan. Khotib adalah warga dari kebayan 43A atau 43B sendiri. Mereka ada beberapa belas orang, termasuk RISMA yang dianggap mampu menjadi khotib. Ada jadwal khusus yang disusun oleh takmir masjid.

Setelah selesai khutbah pertama, maka khotib duduk, disambung dengan shalawat yang dibacakan oleh muadzin, "Allohumma sholli ala Muhammad, wa'ala ali Muhammad", begitulah lafadznya, kadang-kadang sebagian muadzin menambahkan kata "sayyidina" sebelum nama Bagindan Nabi Muhammad SAW disebut. Selesai muadzin membaca sholawat itu, kemudian Khotib naik mimbar lagi untuk khutbah kedua yang biasaya hanya berisi doa atau kesimpulan/penegasan khutbah pertama disambung doa. Setelah selesai khutbah kedua, maka dilakukan shlat Jumat 2 rakaat diimami oleh imam yang ditunjuk (sesuai jadwal). Hanya beberapa imam saja waktu itu, yang kuingat adalah Pak Imam Sujak , Pak Kaum Sutris, dan Mbah Yunani. Selesai shalat biasanya dzikir sendiri-sendiri secara sir (pelan-pelan), kadang imam mengajak membaca Al-Fatihah, kemudian imam mempimpin doa, selesai doa langsung bubar dan pulang ke rumah masing-masing.


____________________________________________
ZAKAT FITRAH (Waktu Itu)

Aku masih SMA kelas 3, jadi umurku sekitar 17 tahun, aku diberi tugas menjadi sekeretaris Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqoh (BAZIS). Waktu itu aku sebatas anggota RISMA. BAZIS di kampungku adalah badan ad-hock, artinya badan itu dibentuk pada saat tertentu layaknya panitia hajatan. BAZIS dibentuk setiap tahun tetapi tidak bekerja secara permanen setahun penuh atau lebih, melaksanakan tugas hanya beberapa hari untuk menerima zakat fitrah, zakat mal, infaq, dan shodaqoh dari umat muslim yang biasanya dilaksanakan menjelang hari raya idul fitri.

Tugas sekretaris memang tidak terlalu berat, hanya mendata/mencatat warga yang membayar dan nominal atau berat berasnya, merekapitulasi, kemudian membagi ke dalam pos-pos yang disepakati panitia.

Belum selesai.


No comments :

Post a Comment

Mohon komentar yang konstruktif dan positif, terima kasih.