Sumber:
voa-islam.com
Perbedaan Ahli Tauhid Dengan Musyrik
Segala
puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah, keluarga, dan para
sahabatnya serta umatnya yang senantiasa berpegang teguh dengan sunnahnya dan
meniti jalan hidupnya hingga hari yang dijanjikan.
Allah
telah menurunkan beberapa kitab, mengutus beberapa rasul, dan telah menciptakan
langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Dia pula yang telah
menciptakan kita dan menciptakan segala sesuatu supaya Dia saja yang diibadahi
dan ditaati dan dikufuri segala yang disembah selain-Nya.
Allah
Ta'ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat: 56) maknanya agar mereka mentauhidkan-Ku (Allah).
Perintah
Allah yang teragung adalah tauhid, yaitu beribadah hanya kepada Allah semata,
Dzat yang tiada sekutu bagi-Nya. Allah Ta'ala berfirman,
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ
أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ
النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Keputusan
itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
(QS. Yusuf: 40)
Sebaliknya,
larangan yang paling besar atas kita adalah syirik (mengangkat sekutu bagi
Allah) dalam ibadah kepada-Nya. Dia berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا
"Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." (QS.
An-Nisa': 36)
Mentauhidkan
Allah dengan beribadah kepada-Nya semata, Dzat yang tidak memiliki sekutu.
Tauhid ini juga menuntut untuk mentauhidkan-Nya dalam nama dan sifat-Nya. Yaitu
dengan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat untuk Allah yang telah Dia tetapkan
sendiri untuk diri-Nya dan yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya, tanpa tahrif
dan ta'thil, tanpatakyif, tamtsil dan, tasybih.
Juga menuntut untuk berwala'(loyal) kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum
mukminin danbara' (berlepas diri) dari musuh-musuh Allah dan agama-Nya.
Inilah perbedaan antara ahli tauhid dan ahli syirik.
Seseorang
bisa menjadi muslim yang lurus dan bertauhid jika meninggalkan syirik dengan
sengaja dan sadar, dan mentauhidkan-Nya dengan hanya melakukan ibadah hanya
kepada-Nya.
Apa
itu ibadah?
Ibadah
adalah sebuah nama yang mencakup apa saja yang dicintai dan diridlai Allah,
berupa perkataan atau perbuatan yang dzahir maupun yang batin. Seperti shalat,
zakat, shaum, haji, jihad, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran,
cinta dan loyal kepada kaum mukminin, berlepas diri dan benci terhadap orang
kafir, doa, rasa takut, cinta, harapan, bertawakkal, khusyu', taubat,
isti'anah, istighatsah, berkorban, bernadzar, dan bentuk ibadah lainnya. Tidak
boleh ada tujuan hidup selain ridla Allah, mengharap pahala dari-Nya, dan usaha
tersebut harus ittiba' (mengikuti) sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam.
Ibadah
adalah sebuah nama yang mencakup apa saja yang dicintai dan diridlai Allah,
berupa perkataan atau perbuatan yang dzahir maupun yang batin.
Berarti
setiap yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya adalah sesuatu yang dicintai dan
diridlai Allah. Sebaliknya setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya
berarti tidak dicintai dan diridlai Allah.
Allah
berfirman,
وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Dan
Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya
Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu." (QS. Az-Zumar: 7)
Dari
Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah meridlai tiga hal bagi
kalian dan murka pada kalian jika melakukan tiga hal. Allah ridha jika kalian
menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah
ridla) jika kalian berpegang pada tali Allah seluruhnya dan kalian saling
menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah murka jika
kalian sibuk dengan desa-desus, banyak
mengemukakan
pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta.”(HR. Muslim)
Berarti
setiap yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya adalah sesuatu yang dicintai dan
diridlai Allah.
Sebaliknya
setiap yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya berarti tidak dicintai dan
diridlai Allah.
Ibnu
Taimiyah berkata, "agama Islam dibangun di atas dua landasan utama,
pertama, Hanya Allah saja yang diibadahi dan tidak disekutukan dengan apapun.
Kedua, beribadah kepada Allah dengan syariat yang ditetapkan-Nya melalui lisan
Nabi-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dua hal ini adalah
hakikat ucapan kita, Asyhadu anlaa Ilaaha Illallaah wa Asyhadu Anna
Muhammadan 'Abduhu wa Rasuuluh (Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak
diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan
utusan-Nya)."
Agama
Islam dibangun di atas dua landasan utama, pertama, Hanya Allah saja yang
diibadahi dan tidak disekutukan dengan apapun. Kedua, beribadah kepada Allah
dengan syariat yang ditetapkan-Nya melalui lisan Nabi-Nya, Muhammad shallallahu
'alaihi wasallam.
Al-Ilah adalah yang dipertuhankan oleh hati dengan ibadah,
isti'anah, cinta, mengagungkan, takut, berharap, membesarkan dan memuliakan.
Allah 'azza wa jalla memiliki hak yang tak seorangpun berserikat di dalamnya.
Maka tidak boleh beribadah dan berdoa kecuali kepada Allah, dan tidak boleh ada
yang ditakuti dan ditaati selain-Nya.
Sedangkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanyalah orang yang
menyampaikan perintah, larangan, yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.
Berarti perkara halal adalah apa yang dihalalkannya dan perkara haram adalah
yang diharamkannya sedangkan agama adalah apa yang diajarkannya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya sebagai perantara
antara Allah dan hamba-Nya dalam menyampaikan perintah dan larangan-Nya, janji
dan ancaman-Nya, yang dihalalkan dan diharamkan-Nya, dan seluruh kalam Allah
yang disampaikannya." (Majmu' Fatawa: 1/126)
Sedangkan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanyalah orang yang
menyampaikan perintah, larangan, yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah.
Tauhid
berkisar pada satu ayat yang menjadi inti dari surat Al Fatihah, yaitu Iyyaaka
Na'budu wa Iyyaaka Nasta'iin"Hanya kepada Engkaulah kami
menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (QS.
Al-Fatihah: 7) agama Allah, semuanya, terkait dengan ayat ini.
Iyyaka
Na'budu, tujuan seseorang dalam berbuat
adalah taat kepada Allah 'azza wa jalla dengan melaksanakan perintah-Nya
melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Iyyaka
Nasta'in, agar tidak meminta apa yang ia
butuhkan kecuali hanya kepada Allah dan tidak memohon bantuan untuk meraihnya
kecuali kepada-Nya 'Azza wa Jalla.
Sedangkan
syirik menjadikan selain Allah sebagai tujuan dalam berbuat dan mentaati
perintah-perintah selain Allah yang bertentangan dengan perintah Allah.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam hanya sebagai perantara antara Allah dan hamba-Nya dalam
menyampaikan perintah dan larangan-Nya, . . .
Tauhid
ibadah harus dengan ilmu
Ibadah
kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak mungkin teralisasi kecuali
dengan ilmu dan ma'rifah. Allah tidak diibadahi kecuali dengan ilmu. Sedangkan
syirik menjadi bukti adanya kejahilan terhadap Allah. Maka seorang musyrik
tidak mengenal Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Allah
berfirman, "artinya: Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." (QS. Muhammad 47:19)
Dalam
Shahihain, dari Ibnu Abbas radliyallah 'anhumaberkata,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Mu'ad bin
Jabal ketika mengutusnya ke negeri Yaman; "Engkau akan mendatangi kaum
ahli kitab, maka serulah mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, maka
beritahukan pada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima
waktu sehari semalam . . ."
Ibnu
Hajar Al 'Asqalani berkata, "dalam riwayat Rauh bin Al Qashim dari Ibnu
Abbas radliyallah 'anhuma: yang pertama harus engkau dakwahkan pada
mereka adalah agar mereka beribadah kepada Allah. Jika mereka mengenal Allah .
. ."
Dalam
riwayat al-Fadhl bin Al 'Ala, dari Ibnu Abbas, agar mereka mentauhidkan Allah.
Jika mereka mengetahui hal itu . . ."
Kompromi
dari dua riwayat ini, bahwa maksud ibadah kepada Allah adalah mentauhidkan-Nya.
Mentauhidkan-Nya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Keduanya menjadi
dasar agama ini, maka tidak sah bentuk ibadah dalam Islam tanpa diawali dengan
mengikrarkan dua kalimat ini. ( Fathul Baari: 3/418)
Keduanya
(Kalimat Syahadat) menjadi dasar agama ini, maka tidak sah bentuk ibadah dalam
Islam tanpa diawali dengan mengikrarkan dua kalimat ini.
Al-Qadli
'Iyadl menyatakan, berdasarkan hadits ini menunjukkan bahwa Ahlul Kitab tidak
mengenal Allah Ta'ala. Beliau berkata, "tidak mengenal Allah orang yang
mendustakan Rasul-Nya."
Ibnul
Qayyim berkata, "tidak mungkin melaksanakan ibadah yang menjadi hak Allah
atas seluruh hamba kecuali dengan ilmu. Dan tidak akan mendapat ilmu kecuali
dengan mencarinya." (Miftah Daar As Sa'adah: 1/87)
Beliau
berkata lagi, "Namun urusan ini seperti yang dikatakan Umar bin Al
Khathab radliyallah 'anhu: 'sesungguhnya tali Islam lepas sedikit
demi sedikit jika hadir di dalam Islam orang yang tidak memahami
kejahiliyahan.' Hal ini karena ia tidak mengenal kajahiliyahan dan kesyirikan.
Perkara yang dicela Al Qur'an terjadi dilakukannya, diakui, didakwahkan,
dibenarkan, dan dianggap kebaikan. Dia tidak tahu bahwa hal itu termasuk
kebiasaan jahiliyah atau yang setingkat dengannya, lebih buruk atau di bawahnya
sedikit. Lalu ikatan Islam lepas dari hatinya, menganggap yang ma'ruf adalah
mungkar, sementara yang mungkar adalah ma'ruf, bid'ah sebagai sunnah, dan
sunnah sebagai bid'ah, mengkafirkan seseorang karena berpegang dengan iman dan
tauhid, membid'ahkan orang yang konsisten berittiba' kepada Rasulullah dan menjauhi
ahlul ahwa' wal bida'." (Madarijus Salikin: 1/ 351)
Ibnul
Qayyim mengatakan, "dasar kesyirikan dan kekufuran adalah berkata tentang
Allah tanpa ilmu. Orang musyrik mengklaim bahwa orang yang mengambil sesembahan
selain Allah akan mendekatkan dirinya kepada Allah dan memberi syafaat di
sisi-Nya, Allah akan mengabulkan permintaannya melalui perantara tadi
sebagaimana adanya para perantara bagi raja. Setiap musyrik berkata tentang
Allah tanpa ilmu, bukan sebaliknya." (Madarijus Salikin: 1/ 378)
Syaikh
Abu Bashir Asy Syami berkata, "tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud
dengan ilmu adalah yang bisa menambah keimanan dan keyakinan bagi pemiliknya,
lalu mendorongnya untuk berbuat dan bergerak guna meninggikan kalimat dien
ini."
"tidak
diragukan lagi bahwa yang dimaksud dengan ilmu adalah yang bisa menambah
keimanan dan keyakinan bagi pemiliknya, lalu mendorongnya untuk berbuat dan
bergerak guna meninggikan kalimat dien ini."
Ilmu
yang mendorong untuk berloyal karena Allah dan memusuhi karena Allah, mencintai
karena Allah dan membenci karena Allah.
Ilmu
yang mendorongnya untuk memerangi musuh-musuh tauhid dan ahlinya, serta membela
dan menolong ahli tauhid dan pasukannya.
Ilmu
yang menghantarkan kepada pemahaman yang hakiki terhadap makna tauhid dan
tuntutannya dan mendorong untuk beramal dan beriltizam (konsisten). Yaitu ilmu
yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah, jauh dari teori ahli kalam dan
ideologi mereka.
Adapun
ilmu yang berhenti pada analisa yang tidak mendasar dalam hati sehingga
membentuk keyakinan, tidak mendorong untuk iltizam dan beramal, maka tidak
berguna sedikitpun baginya, tidak menambah kecuali dosa.
Adapun
ilmu yang berhenti pada analisa yang tidak mendasar dalam hati sehingga
membentuk keyakinan, tidak mendorong untuk iltizam dan beramal, maka tidak
berguna sedikitpun baginya, tidak menambah kecuali dosa.
Pengetahuan
seperti inilah yang dimiliki Iblis la'natullah, para ulama dan rahib
ahli kitab. Ilmu mereka tidak memberi manfaat sedikitpun, sebagaimana firman
Allah Ta'ala, "Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al
Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya
sendiri." Namun mereka tetap tidak mau mengikuti dan tunduk kepada ajaran
dan petunjuk syariat, maka tidak memberi manfaat sedikitpun pengetahuan
tersebut.
Ibadah
kepada Allah harus dengan syariat yang ditentukan-Nya
Tidak
boleh beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan
syariat-Nya yang disampaikan oleh Nabi-Nyashallallahu 'alaihi wasallam.
Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menerima amal apapun
kecuali diniatkan hanya untuk Allah, Dzat yang tidak memiliki sekutu, dan
sesuai dengan sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Allah
Ta'ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
"Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (QS. Al Bayyinah
98:5)
Kata haniif,
maksudnya adalah sengaja meninggalkan kesyirikan dengan didasari ilmu dan
pengetahuan.
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, "al Haniif, adalah orang
yang berpaling dari syirik dengan sengaja. Maksudnya meninggalkannya karena
mengetahuinya, dan menerima kebenaran secara keseluruhan, tidak ada yang bisa
menghalanginya dan tidak ada yang bisa mengembalikannya kepada
kesyikiran."
Orang-orang
sesat dari kalangan musyrikin dan Nashrani serta orang-orang semisal mereka,
juga melakukan ibadah dan kezuhudan, namun ditujukan kepada selain Allah atau
tidak sesuai dengan perintah Allah. Sesungguhnya tujuan dan keinginan yang
memberikan manfaat adalah keinginan untuk beribadah kepada Allah semata dan
hanya mau beribadah dengan yang disyariatkan-Nya, bukan dengan syariat yang
diada-adakan sendiri. Maka di atas dua dasar inilah agama Islam dibangun. Yaitu
Allah semata yang diibadahi dan diibadahi dengan menggunakan syariat-Nya, bukan
dengan aturan yang diada-adakan sendiri yang disebut dengan bid'ah. (Majmu'
Fatawa, Ibnu Taimiyah: 18/173)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Siapa
yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak."
(Muttafaq 'alaih, lafadz milik Muslim)
Ibnu
Mas'ud radliyallah 'anhu berkata, "ber-itiba'-lah
jangan jadi mubtadi' (pembuat bid'ah), sungguh sudah cukup.
Sesungguhnya setiap yang diada-adakan (dalam urusan ibadah) adalah bid'ah, dan
setiap bid'ah adalah sesat." (Riwayat ad Darimi, al Baghawi, al Laalikaii,
dan Ibnu Baththah)
Al
Hasan al Bashri rahimahullah berkata,
"dan selama-lamanya Allah tidak akan menerima sebuah amalan yang
dilakukan seorang mubtadi' untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Baik
itu shalat, puasa, zakat, haji, jihad, umrah dan shadaqah." Sampai beliau
menyebutkan beberapa amal kebajikan. (Ibnu Baththah dalam kitab Syarh al
Ibanah)
Mubtadi' adalah orang yang mengada-ada hal baru dalam agama yang
bukan bagian darinya dan beribadah kepada Allah dengan selain syariat-Nya.
Mubtadi' adalah orang yang mengada-ada hal baru dalam agama yang
bukan bagian darinya dan beribadah kepada Allah dengan selain syariat-Nya.
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata; "setiap amal bid'ah adalah
kesesatan dalam beragama. Dasarnya berkata tentang Allah tanpa ilmu. Karena
inilah para ulama salaf dan para imam sangat mengingkarinya dan menyatakan
bahwa pelakunya termasuk penghuni bumi yang buruk. Mereka sangat menghawatirkan
fitnahnya, dan benar-benar mengingkarinya tidak seperti mengingkari terhadap
perbuatan hina, dzalim, permusuhan. Semua ini dikarenakan dahsyatnya bahaya dan
daya rusak bid'ah terhadap agama, dan menghilangkan ajarannya. Allah Ta'ala
telah mengingkari orang yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu dalam
masalah agama yang berasal dari dirinya sendiri tanpa ada argumentasi dari
Allah. Dia berfirman,
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ
أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى
اللَّهِ الْكَذِبَ
"Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan
terhadap Allah." (Madarijus Salikin: 1/157)
Beliau
berkata lagi, "di antaranya: tidak boleh membiarkan tempat kesyirikan dan
thaghut-thaghut setelah mampu menghancurkannya dan menghabisinya dalam satu
hari. Itu semua merupakan syiar kekufuran dan kesyirikan yang merupakan
kemungkaran terbesar. Tidak boleh membiarkannya barang sedikitpun setelah
memiliki kekuatan. Seperti inilah hukum terhadap bangunan yang didirikan di
atas kuburan yang dijadikan berhala dan tuhan yang disembah selain Allah. Dan
batu-batu yang diagungkan dan dimintai berkah, di jadikan bernadzar dan
diciumi, tidak boleh dibiarkan ada di muka bumi padahal mampu menghilangkannya
. . ."
Para
thaghut-thaghut yang disembah tadi tidak diyakini telah mencipta dan memberi
rizki, tidak pula menghidupkan dan mematikan. Mereka melakukan itu karena
meniru perbuatan saudara-saudara mereka dari kalangan musyrikin terhadap
tuhan-tuhan mereka. Lalu mereka mengikuti adat kebiasaan umat-umat sebelum
mereka, meniti langkah mereka setapak demi setapak, meniru mereka sedikit semi
sedikit sehingga tersebarlah kesyirikan di tengah-tengah manusia karena
kejahilan dan hilangnya ilmu. Hingga akhirnya yang baik dianggap buruk dan yang
buruk dianggap baik, sunnah dianggap bid'ah dan bid'ah dianggap sunnah sehingga
ajaran Islam menjadi sangat asing.
Jumlah
ulama sedikit, orang bodoh banyak, bencana merata, dan kerusakan tersebar di
daratan dan lautan disebabkan olah tangan manusia. Tetapi, masih akan ada
sekelompok dari umat Muhammad yang tegak di atas kebenaran, berjihad melawan
orang-orang musyrik dan ahli bid'ah hingga Allah mewariskan bumi ini dan para
penghuninya kepada mereka, dan Allah adalah Waris yang paling baik.
.
. . Allah tidak diibadahi kecuali dengan syariat yang ditetapkan oleh-Nya
melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak boleh diibadahi
dengan hawa nafsu dan anggapan-anggapan baik . .
Dan
kami katakan, "Sesungguhnya Allah tidak diibadahi kecuali dengan syariat
yang ditetapkan oleh-Nya melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak
boleh diibadahi dengan hawa nafsu dan anggapan-anggapan baik yang dibuat para
taghut melalui lisan para syetan."
Ibadah
Tidak Boleh Dicampur Syirik
Allah,
Dzat yang Mahabenar dan Maha tinggi, berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Seandainya
mereka (para Nabi-nabi terdahulu) mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari
mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (QS. Al An'am 6:88)
Dan
dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu berkata, Rasulullahshallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ
الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ
وَشِرْكَهُ
"Aku
adalah sekutu yang paling kaya, tidak butuh pada persekutuan. Siapa yang
melakukan satu amalan, di dalamnya dia menyekutukan Aku dengan yang lain, pasti
Aku tinggalkan dia dan sekutunya." (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Dien Islam dibangun
di atas dua landasan dasar. Yaitu merealisasikan syahadat Laa Ilaaha Illallaah
dan syahadat Muhammad Rasuulullaah.
Dien
Islam dibangun di atas dua landasan dasar. Yaitu merealisasikan syahadat Laa
Ilaaha Illallaah dan syahadat Muhammad Rasuulullaah. . .
Dasar
pertama, janganlah engkau mengangkat tuhan
yang lain bersama Allah. Jangan cintai makhluk seperti mencintai Allah. Jangan
berharap kepada makhluk sebagaimana berharap kepada Allah. Jangan takut
terhadap makhluk sebagaimana takut terhadap Allah. Siapa yang menyamakan
makhluk dengan khaliq (pencipta) dalam sesuatu hal, maka dia telah
menyamakannya dengan Allah. Dia termasuk orang yang mempersekutukan Tuhan
mereka. Berarti dia telah mengangkat tuhan bersama Allah, walaupun di saat itu
dia berkeyakinan Allah adalah Esa, satu-satu pencipta langit dan bumi.
Sesungguhnya
kaum musyirikin Arab kala itu menyatakan bahwa Allah adalah Esa, satu-satunya
yang mencipta langit dan bumi. Hal ini sebagaimana yang Dia firmankan:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
"Dan
sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: 'Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?' Tentu mereka akan menjawab: 'Allah'." (QS. Luqman
31:25)
Bersamaan
dengan itu, mereka berbuat syirik dengan menjadikan tuhan lain bersama Allah.
Allah berfirman:
أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ
اللَّهِ آَلِهَةً أُخْرَى قُلْ لَا أَشْهَدُ
"Apakah
sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping
Allah?" Katakanlah: 'Aku tidak mengakui'." (QS. Al An'am 6:19)
Allah
berfirman lagi:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن
دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ
أَشَدُّ حُبًّا لِّلّهِ
"Dan
di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (QS. Al Baqarah
2:165) Maka mereka menjadi orang musyrik karena mencintai selain Allah
sebagaimana mencintai Allah. Bukan karena mereka berucap: "sesungguhnya
tuhan-tuhan kalian telah menciptakan (sesuatu) seperti yang Allah
ciptakan." Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan: "Apakah
mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti
ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?"
(QS. Al Ra'du 13:16)
Siapa
yang menyamakan makhluk dengan khaliq (pencipta) dalam sesuatu hal, maka dia
telah menyamakannya dengan Allah.
Ini
adalah bentuk istifham inkari (kalimat pertanyaan untuk
mengingkari) yang memiliki makna nafyun (meniadakan). Maknanya
mereka tidak menjadikan sekutu bagi Allah yang dapat mencipta seperti
ciptaan-Nya. Mereka mengakui bahwa sesembahan-sesembahan mereka tidak mencipta
seperti ciptaan Allah. Mereka hanya menjadikan sesembahan-sesembahan itu
sebagai pemberi syafa'at dan perantara. Allah Ta'ala berfirman:
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا
لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ
اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ
فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Dan
mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata:
'Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah'." (QS.
Yunus 10:18)
"Mengapa aku tidak menyembah
(Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua)
akan dikembalikan?.
Mengapa
aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah
menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi
manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku?.
Sesungguhnya
aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya
aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku." (QS. Yaasin 36:22-25)
Dasar
kedua: kita menyembah Allah dengan
menggunakan syariat-Nya melalui lisan para rasul-Nya. Kita tidak beribadah
kecuali dengan sesuatu yang wajib atau yang sunnah, sedangkan amal mubah jika
diniatkan ketaatan masuk dalam kategori ini. Dan doa masuk bagian ibadah. Siapa
yang berdoa dan beristightsah kepada makhluk, yang sudah mati atau yang ghaib,
padahal Allah dan rasul-Nya tidak memerintahkannya dalam bentuk wajib ataupun
sunnah, maka dia telah berbuat bid'ah (mengada-adakan hal baru) dalam masalah
agama. Dia berbuat syirik kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan mengikuti
selain jalan kaum mukminin. Siapa yang meminta kepada Allah Ta'ala melalui
makhluk-Nya atau bersumpah kepadanya dengan nama makhluk-Nya, maka telah
berbuat bid'ah yang tidak pernah Allah turunkan keterangan tentangnya. Jika dia
mencela orang yang berusaha meluruskannya dan memusuhinya, maka termasuk orang
dzalim, jahil, dan melampaui batas.
kita
menyembah Allah dengan menggunakan syariat-Nya melalui lisan para rasul-Nya.
Jika
dia menvonis dengan hal itu, sungguh dia telah memutuskan perkara dengan selain
yang Allah turunkan. Hukumnya melanggar ijma' kaum muslimin. Dia disuruh taubat
dari hukum ini dan dikenai sangsi lebih dibutuhkannya daripada tetap
melaksanakannya dan ditolong menegakkannya. Semua perkara ini telah disepakati
oleh seluruh kaum muslimin, tidak ada khilaf di dalamnya, baik di kalangan imam
madzhab empat atau yang lainnya." (Majmu' Fatawa: 1/108-109)
Siapa
yang meminta kepada Allah Ta'ala melalui makhluk-Nya atau bersumpah kepadanya
dengan nama makhluk-Nya, maka telah berbuat bid'ah yang tidak pernah Allah
turunkan keterangan tentangnya.
Beliau
berkata lagi, "Islam mengandung makna istislam (tunduk dan
patuh) kepada Allah semata. Siapa yang beristislam kepada-Nya dan kepada
selain-Nya, berarti telah musyrik. Siapa yang tidak mau tunduk kepada-Nya,
berarti sombong dari ibadah kepada-Nya. Dan orang yang sombong dari beribadah
kepada Allah adalah kafir. Beristislam kepada Allah semata mengandung makna
beribadah dan taat hanya kepada-Nya. Inilah Dienul Islam yang Allah
tidak menerima agama selainnya." (Majmu' Fatawa: 3/91)
Beliau
berkata lagi, "seseorang bisa menjadi muslim yang lurus dan bertauhid
apabila bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah. Dia
beribadah hanya kepada Allah semata dengan tidak menyekutukan-Nya dengan salah
seorangpun dalam menyembah, mencintai, beribadah, bertaubat, berislam, berdoa,
bertawakkal, berloyal, memusuhi karena-Nya, mencintai sesuatu yang dicintai-Nya
dan membenci yang dibenci-Nya, serta mensterilkan kebenaran tauhid dari
kebatilan syirik. Ini adalah peniadaan yang diikuti dengan penetapan.
Meniadakan ibadah kepada selain Allah dan hanya memberikan ibadah kepada Allah
semata. Semua ini adalah bentuk realisasi dari kalimat Laa Ilaha Illallaah.
Mengosongkan dan meniadakan hatinya dari segala bentuk penuhanan kepada selain
Allah. Lalu menetapkan dan menanamkan dalam hatinya penuhanan untuk Allah
semata. Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda
dalam sebuah hadits shahih: "Siapa yang mati, sementara dia tahu tiada
yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah, pasti dia masuk surga."
Dalam hadits lainnya, "siapa yang ucapan terakhirnya adalah Laa Ilaaha
Illallaah (tiada yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah) pasti masuk surga."
Dan beliau bersabda dalam Ash Sahih: "Talqinlah (tuntunlah) orang
yang mau meninggal (untuk mengucapkan) Laa Ilaaha Illallah."
Sesungguhnya hal itu adalah hakikat ajaran Islam. Siapa yang mati di atasnya, dia
mati sebagai seorang muslim." (Majmu' Fatawa: 8/369)
Imam
Al Syaukani rahimahullah berkata, "tidak cukup hanya
mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah tanpa mengaplikasikan maknanya lalu
ditetapkan sebagai muslim. Sungguh, kalau orang jahiliyah mengucapakannya tapi
tetap menyembah patungnya, maka tidak menjadi orang Islam." (Al Durr al
Nadlid fi Ikhlasi Kalimah at Tauhid: 40)
"tidak
cukup hanya mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah tanpa mengaplikasikan
maknanya lalu ditetapkan sebagai muslim. . . " (Imam Asy Syaukani)
No comments :
Post a Comment
Mohon komentar yang konstruktif dan positif, terima kasih.