Tuesday, 4 November 2014

Trilogi Pendidikan, Sebuah Tinjauan Singkat untuk Membentuk Pola Pikir yang Benar


Bicara tentang pendidikan di Indonesia seakan tak ada habisnya. Mulai dari seminar tingkat nasional sampai seminar tingkat lokal, dari talk show para akademisi dan praktisi pendidikan sampai obrolan ringan masyarakat. Mudah-mudahan ini adalah sebuah euphoria yang baik, geliat pendidikan di tanah air sudah mengarah ke arah yang lebih baik walaupun sebagian besar masih dalam tataran wacana. Seperti anggaran pendidikan yang telah diamanatkan Undang-undang sebesar 20% mulai dilakukan pemerintah setahap demi setahap walaupun menghadapi berbagai kendala, kurikulum pendidikan mulai ada perubahan dan perbaikan mulai dari CBSA, Kurikulum 2004, KBK dan yang terbaru KTSP walaupun banyak yang merasa keberatan karena merasa nyaman dengan kurikulum yang lama dan dikarenakan sosialisasi yang kurang efektif, program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagai bantuan untuk operasional sekolah walaupun entah sampai kapan kebijakan ini bisa bertahan. Kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi Kebijakan-kebijakan pemerintah di atas tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila tidak ada kepedulian dan peran serta masyarakat.
Dalam dunia pendidikan kita mengenal dengan yang namanya trilogi pendidikan sebuah skema hubungan antara lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Antara satu dan lainnya saling mendukung dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Siapa pun dapat mengenal dan mengerti akan konsep ini tapi sedikit yang bisa mengaplikasikannya karena tidak adanya sinkronisasi di antara ketiga faktor tersebut.

Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama dalam dunia pendidikan. Pendidikan keluarga adalah fondasi pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dalam keluargalah akan terbentuk watak anak, kebiasaan, dan sebagainya. Idris dan Jamal (1992) menyatakan bahwa orang tua harus bisa memberikan dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, etika, sopan santun, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain itu peranan keluarga adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai yang diajarkan di sekolah. Dengan kata lain, ada kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah.
Banyak para ahli yang mengemukakan tentang pentingnya pendidikan di lingkungan pertama. Seperti Comenius (1592-1670) seorang ahli didaktik dalam bukunya Didaktica Magna menegaskan bahwa tingkatan permulaan bagi pendidikan anak-anak dilakukan di dalam keluarga yang disebutnya Scola-Materna atau Sekolah Ibu. J.J Rousseau (1712 – 1778) seorang pelopor ilmu ahli jiwa anak mengutarakan betapa pentingnya pendidikan keluarga bahkan ia menjelaskan lebih jauh (dalam bukunya Emile) tentang pendidikan-pendidikan manakah yang perlu diberikan kepada anak sesuai dengan perkembangannya. Dan masih banyak lagi ahli yang menyatakan tentang pentingnya pendidikan keluarga seperti C.G Salzmann dan Pestalozzi.
Tapi, Sangat disayangkan masih ada (kalau tidak mau dikatakan masih banyak) orang tua yang tidak menyadari peran mereka sebagai sekolah awal bagi anak-anaknya.

Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah sebuah “wahana” tempat anak bereksplorasi menjelajahi samudra pengetahuan teori maupun praktik. Sekolah sebagai lingkungan kedua harus bisa meneruskan, meluruskan, serta menambah apa yang telah didapatkan anak di lingkungan pertamanya. Sebagai contoh ketika anak telah belajar bagaimana caranya kasih sayang diungkapkan maka pihak sekolah (Guru, Wali Kelas, atau konselor) bisa meninjau bagaimana anak berinteraksi dengan teman-temannya untuk kemudian memberikan arahan dan bimbingan sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Kata sekolah diambil dari kata Scholae yang berarti menyenangkan ini berarti sekolah harus bisa menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif atau dalam istilah pendidikan kita dikenal dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan). Anak dalam hal ini tidak dijadikan sebagai objek tapi sebagai subjek dan pihak sekolah sebagai fasilitator sekaligus sebagai motivator terhadap perkembangan anak. Oleh karena itu, sekolah diharapkan dan diharuskan bukan menjadi tempat yang menakutkan bagi anak dengan adanya tindakan-tindakan “pemaksaan” atau hukuman yang berlebihan sehingga anak menjadi takut dengan yang namanya sekolah dan justru melahirkan anak-anak yang ketinggalan dalam hal pendidikan atau mengambil kata M. Joko Susilo sebagai pembodohan siswa tersistematis.
Sekolah harus bisa mengejawantahkan apa yang diamanatkan undang-undang dalam pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan global jangan sampai sekolah hanya menjadi tempat untuk berkumpulnya anak-anak, tempat menulis atau mendengar bahkan hanya sebagai tempat untuk mengulang hafalan. Sekolah harus mempunyai nilai lebih apalagi kalau melihat kondisi masyarakat (orang tua) yang kurang memperhatikan anak-anaknya dalam hal pendidikan karena mereka beranggapan bahwa sekolahlah yang mempunyai tugas dalam hal pendidikan.

Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat sebagai bagian dalam lingkungan pendidikan juga mempunyai andil yang besar dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 8 tentang Hak dan Kewajiban Masyarakat dinyatakan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan” dan dalam pasal 9 dinyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Yang disebut dengan masyarakat dalam pasal di atas adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
Sebagus apapun sistem sebuah pendidikan kalau masyarakatnya tidak ikut aktif berperan serta, maka bisa dipastikan pendidikan tersebut akan jalan di tempat. Sebagai warga negara yang baik dan peduli tentu mengharapkan bidang pendidikan ada kemajuan walau sedikit tapi pasti karena ketika pendidikan kita maju maka, ekonomi dan perkembangan sosial juga akan ada perubahan. Masyarakat sebagai bagian dalam sebuah sistem pendidikan harus memperlihatkan lingkungan yang memberikan tuntunan yang baik bukan tontonan yang akan merusak tatanan pendidikan yang sudah diupayakan dengan baik. Jangan sampai peribahasa ”karena nila setitik, rusak susu sebelanga” menimpa pendidikan anak-anak kita.

Hubungan dan Kerja Sama
Walaupun mempunyai kewajiban yang sama dalam hal pendidikan tetapi, tujuannya tidak akan maksimal tercapai kalau ketiga komponen yang telah disebutkan di atas tidak menjalin hubungan dan kerja sama yang baik karena, ada hal-hal yang bisa dilakukan keluarga tidak bisa dilakukan sekolah dan begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu perlu diadakan sebuah kerja sama dan hubungan yang terorganisir antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam upaya memperbaiki pendidikan. Drs.M Ngalim Purwanto, MP (2002) menyatakan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk menjalin kerja sama dan hubungan tersebut bisa dengan cara: mengadakan pertemuan dengan orang tua pada hari penerimaan murid baru, mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga, kunjungan sekolah ke rumah orang tua murid, mengadakan perayaan hari besar dan mendirikan perkumpulan orang tua murid dan guru. Dengan adanya model kerja sama dan hubungan seperti itu diharapkan sedikitnya dapat mengatasi persoalan-persoalan pendidikan yang begitu komplek.
Dunia pendidikan Indonesia secara perlahan-lahan namun pasti melakukan perubahan dan pembaruan menuju kepada pendidikan yang lebih baik karena Pendidikan adalah hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan, dengan pendidikan kita bisa memajukan kebudayaan dan mengangkat martabat bangsa di mata dunia.

Akhirnya kita pun harus menyadari bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama.
http://noorhamyah.wordpress.com/2008/08/11/trilogi-pendidikan/

No comments :

Post a Comment

Mohon komentar yang konstruktif dan positif, terima kasih.